About AUthor

Flag Counter

Kamis, 01 Oktober 2015

MAKAM SUNAN GUNUNG DJATI (CIREBON)

Makam Sunan Gunung Djati merupakan salah satu tempat Wisata Religi yang berada di wilayah cirebon-jawa barat tepatnya berada di kabupaten cirebon (cirebon utara). tempat wisata ini cukup terkenal karena terdapat makam Syarif Hidayatullah beliau merupakan salahsatu  mubaligh yang terkenal dengan sebutan nama Sunan Gunung Djati sehingga nama Sunan Gunung Djati dijadikan nama tempat wisata religi yaitu makam Sunan Gunung Djati. Di makam Sunan Gunung Djati juga terdapat makam keluarganya yang disebut dengan nama Wukir Sapta Rengga. Kompleks Makam Sunan Gunung Jati memiliki lahan seluas empat hektare, terletak di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Jaraknya kira-kira 3 km sebelah utara Cirebon. Selain tempat utama untuk peziarah, kompleks ini juga dilengkapi tempat pedagang kaki lima, alun-alun, lapangan parkir, dan fasilitas umum lain. Kawasan Makam Sunan Gunung Jati terdiri dari dua kompleks makam. Yang utama ialah Kompleks Makam Sunan Gunung Jati di Gunung Sembung terdiri dari sekitar 500 makam, letaknya di sebelah barat Jln. Raya Cirebon-Karangampel-Indramayu. Yang satu lagi yakni Kompleks Makam Syekh Dathul Kahfi di Gunung Jati, berada di timur jalan raya. Susunan Makam ini terdapat sembilan tingkat, dan pada tingkat kesembilan inilah Sunan Gunung Djati dimakamkan. Sedangkan tingkat kedelapan ke bawah adalah makam keluarga dan para keturunannya, baik keturunan yang dari Kraton Kanoman maupun keturunan dari Kraton Kasepuhan.
Makam yang menempati lahan seluas 4 hektar ini merupakan obyek wisata ziarah yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan/peziarah baik dari Cirebon maupun kota-kota sekitarnya. Kedatangan para peziarah itu biasanya berlangsung pada waktu-waktu tertentu seperti Jumat Kliwon, peringatan maulud Nabi Muhammad SAW, ritual Grebeg Syawal, ritual Grebeg Rayagung, dan ritual pencucian jimat.
Kompleks Makam Sunan Gunung Jati di Gunung Sembung memiliki 9 pintu utama (Lawang Songo). Namun demikian untuk peziarah umum, hanya diizinkan sampai pintu ke-4 di serambi muka Pesambangan. Serambi muka dibatasi Lawang Gedhe, pintu pembatas bagi peziarah umum. Area di depan Lawang Pasujudan Makam Sunan Gunung Jati ini merupakan tempat dimana para peziarah biasa berkumpul dalam kelompok-kelompok dan bersama-sama berzikir memanjatkan doa. Pintu ke-5 sampai 9, lebih ekslusif, hanya diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati, yakni para sultan dan kerabatnya di Keraton Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Pusat dari kompleks yakni Makam Sunan Gunung Jati berada setelah pintu ke-9, terletak di Puncak Gunung Sembung yang tingginya mencapai 20 meter. Di sebelah barat serambi muka ada Lawang Mergu, diperuntukkan bagi para peziarah Tiong Hoa yang ingin berdoa untuk Putri Ong Tien Nio. Inilah sebabnya mengapa terdapat begitu banyak keramik dengan kondisi baik dan berornamen unik juga gambar yang menarik seperti burung, orang berpakaian khas Tionghoa dan bunga-bunga. Rupanya keramik-keramik aneka warna yang terintegrasi di dinding itu dibawa oleh Putri Ong Tien Nio dari China. Di makam ini terdapat pasir malela yang berasal dari Mekkah yang dibawa langsung oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran. Karena proses pengambilan pasir dari Mekkah itu membutuhkan perjuangan yang cukup berat, maka pengunjung dan juru kunci yang akan keluar dari kompleks makam ini harus membersihkan kakinya terlebih dahulu, agar pasir tidak terbawa keluar kompleks walau hanya sedikit. Larangan tersebut merupakan instruksi langsung dari Pangeran Cakrabuana sendiri. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah lahir sekitar tahun 1450 dari ayah bernama Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar asal Gujarat, India, yang dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar oleh kaum Sufi, dan ibu bernama Nyai Rara Santang, putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat. Selain berperan besar dalam penaklukan Sunda Kelapa oleh Fatahillah pada 22 Juni 1527, yang sebelumnya merupakan satu-satunya kota pelabuhan yang masih dikuasai oleh Kerajaan Sunda Pajajaran. Konon pada saat jatuhnya ibu kota Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran pada 1568, Sunan Gunung Jati memberi dua pilihan. Pilihan pertama, para pembesar Istana Pakuan yang masuk Islam akan dipertahankan kedudukan dan gelarnya sebagai Pangeran, Putri atau Panglima dan boleh tetap tinggal di keraton masing-masing. Sebagian besar Pangeran dan Putri Raja menerima pilihan pertama ini. Pilihan kedua adalah bagi yang tidak masuk Islam harus keluar dari ibukota Pakuan dan pindah ke pedalaman Banten, yang sekarang bernama Cibeo. Panglima dan Pasukan Kawal Istana yang jumlahnya 40 orang memilih keluar dari ibukota, yang kemudian menjadi cikal bakal penduduk Baduy Dalam.

 

0 komentar:

Posting Komentar